I.
Pengertian Ridha
Perkataan
ridha berasal dari bahasa arab, radhiya yang artinya senang hati (rela). Ridha
menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan
Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan-Nya. Sikap ridha harus ditunjukkan, baik ketika menerima
nikmat maupun tatkala ditimpa musibah. Adapun beberapa pengertian ridha, yaitu:
Þ Menurut W.J.S Purwadarminta dalam KBBI diartikan rela, suka, dan
senang hati. Sedangkan secara istilah yaitu perasaan lega atu kepuasan
seseorang terhadap hasil prestasi yang diraihnya atau keputusan yang diberikan
oleh Allah SWT sebagai takdirnya, dan atau pihak lain yang harus diterima
sesuai prinsip keadilan.
Þ Menurut Imam Gozali, ridha adalah segala keputusan Allah SWT,
merupakan puncak keindahan akhlak.
Orang
yang berhati ridha pada Allah juga memiliki sikap optimis,lapang dada, kosong
hatinya dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu, yaitu
memandang baik, sempurna, penuh hikmah, semua yang terjadi semua sudah ada
dalam rancangan, ketentuan Allah. Berbeda dengan orang-orang yang selalu
membuat kerusakan di muka bumi ini, mereka selalu ridha apabila melakukan
perbuatan yang Allah haramkan, dalam hatinya selalu merasa kurang apabila
meninggalkan kebiasaan buruk yang selama ini mereka perbuat, dengan kata lain
merasa puas hati apabila aktivitas hidupnya bisa membuat risau, khawatir, dan
selalu mengganggu terhadap sesamanya. Semuanya itu ia lakukan karena mengikut
hawa nafsu yang tanpa ia sadari bahwa sebenarnya syaitan telah menjerat dirinya
dalam perbuatan dosa. Lebih jelasnya Allah telah menjelaskan dalam surat
At-Taubah ayat 96:
يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ
فَإِنَّ اللهَ لاَ يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِيْنَ
“Mereka
akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya
kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang
yang berbuat fasik.”
II.
Karakteristik Sikap Ridha
Pendapat
para ahli hikmah, ridha dikelompokan menjadi tiga tingkatan, yaitu ridha kepada
Allah, ridha pada apa yang datang dari Allah, dan rida pada qada dan qadar Allah.
a.
Ridha
kepada Allah dan Rasul-Nya
Pada hakekatnya
seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai
pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam.
“Balasan mereka
di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada Tuhannya.” (Q.S.al-Bayyinah ayat 8 )
Maksud dari
ayat diatas adalah jika kita ridha terhadap perintah Allah maka Allah pun ridha
terhadap kita.
Seperti dalam Hadith Qudsi:
قَالَ اللهُ : مَنْ لَمْ
يَرْضَى بِقَضَائِيْ وَلَمْ يَشْكُرْ بِنِعْمَائِيْ وَلَمْ يَصْبِرْ بِبَلاَئِيْ
فَلْيَخْرُجْ
تَحْتَ سَمَائِيْ وَلْيَطْلُبْ رَبًّا سِوَائِيْ
Artinya:
“Allah berfirman kepada rasul SAW: Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadikan sebagai atapmu, dan carilah Tuhan lain selain diri-Ku (Allah)”.
“Allah berfirman kepada rasul SAW: Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadikan sebagai atapmu, dan carilah Tuhan lain selain diri-Ku (Allah)”.
Maksud hadits diatas adalah ridha untuk mentaati Allah dan
Rasulnya.
b.
Ridha apa yang datang dari Allah
Yaitu ridha baik dalam bentuk perintah maupun larangan,
kalau itu datangnya dari Allah, maka kita harus menerimanya dengan sepenuh
hati. Apabila seseorang tidak ridha kepada apa yang datang dari Allah berarti
ia benci kepada Allah.
c.
Ridha pada Qada dan Qadar
Ada sebuah kisah dari Ali bin Abi Thalib yang
menerangkan tentang ridha terhadap taqdir Allah, yaitu :
“Pada suatu hari Ali bin
Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ;
“Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak
bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam
pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa
ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia
mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal
itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa
sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan
yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu
dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan
perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan
dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan
jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai
penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (Husnu-dzan)
terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat
untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk
bermusyahadah kepada Allah.
Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada
sebuah keluarga, yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga
itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada
mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu
perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf
mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada
orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun.
Itulah ketiga kelompok ridha menurut
baitul hikmah, namun ada beberapa pendapat mengatakan ridha kepada perintah
orang tua juga ridha kepada peraturan atau Undang-undang negara.
a.
Ridha
Kepada Perintah Orang Tua
Ridha terhadap perintah orang tua
merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan
Allah tergantung pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman
(31) ayat 14 yang artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S.
Luqman :14)
Bahkan Rasulullah
bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah
tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam
kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah,
mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun
beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia
tidak menghiraukan panggilan ibunya.
b.
Ridha
Terhadap Peraturan dan Undang-Undang Negara
Mentaati
peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah
satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin
keteraturan dan ketertiban sosial. Allah berfirman dalam Q.S. an-Nisa (4) ayat
59 yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(
Q.S. an-Nisa :59)
Ulil Amri artinya orang-orang yang
diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan
fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap
peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah,
karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru
dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan
diri menjadi kader bangsa yang tangguh.
III.
Bentuk Perilaku Ridha
Adapun
bentuk perilaku ridha yang dapat kita wujudkan dalam perilaku , yaitu sebagai
berikut:
a.
Sabar
dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau
ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
b.
Tidak
iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi
hasil usahanya.
c.
Senantiasa
bersyukur atau berterima kasih kepada Allah swt. atas segala nikmat
pemberian-Nya. Hal itu adalah upaya untuk mencapai tingkat tertinggi dalam
perbaikan akhlak.
d.
Tetap
beramal saleh (berbuat baik) kepada sesama sesuai dengan keadaan dan kemampuan,
seperti aktif dalam kegiatan social, kerja bakti, dan membantu orangtua di
rumah dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
e.
Menunjukkan
kerelaan atau rida terhadap diri sendiri dan Tuhannya. Juga rida terhadap
kehidupan terhadap takdir yang berbentuk nikmat maupun musibah, dan terhadap
perolehan rezeki atau karunia Allah swt.
Ridha kedudukannya lebih tinggi daripada sabar. Karena
ridha lebih berat dalam prakteknya. Seseorang mungkin bisa bersabar ketika
mendapat musibah, tapi sangat sedikit yang bisa ridha. Seseorang mampu bersabar
meskipun mendapat musibah yang berat, dia mampu mengekang dirinya untuk tidak
menangis dengan menjerit, berteriak dan lain sebagainya. Akan tetapi sangat
sedikit orang yang mampu untuk merasakan senang dan bersukur dan menganggap
segala keputusan Allah adalah yang terbaik.
Oleh karena itu Umar bin Khattab berkata: “ jika engkau
mampu meraih ridha maka raihlah dan apabila tidak mampu maka bersabarlah.”
Ibnu Tamimiyah juga berkata:” ridha yang wajib adalah
kedudukannya setara dengan sabar yaitu ridha bagi pemula. Adapun ridha tingkat
tinggi adalah ridha yang mengandung ketenangan jiwa yang sempurna.”
IV.
Nilai positif perilaku Ridha
Rida merupakan
kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang
berkenaan sepenuh hati untuk menerima apa yang didapat ataupun yang dihadapi
dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
Adapun
nilai-nilai yang terkandung dalam sikap ridha :
1.
Menciptakan
suasana batin yang puas, lega, bahagia
2.
Membawa
ketentraman jiwa dan kesejahteraan rohani
3.
Menghilangkan
kebencian
4.
Mendorong
memikir positif
5.
Mendorong
pelakunya beramal sholeh
6.
Akan
mendapatkan balasan dari Allah SWT. (surga) karena ia selalu ingin mendapat
ridlo dari Allah SWT
Syeh Abdul
Qadir Jailani menandaskan bahwa ridha akan meringankan hidup manusia, membuat
tenang, tentram, menghilangkan rasa gundah, cape, dan kegelisahan.
V.
Membiasakan Ridha Dalam Kehidupan Sehari-hari
Konsekuensi ridha
kepada Allah harus mengikuti semua yang diajarkan oleh Rasulullah SAW (ittiba’
ar-Rasul). Apabila seorang ridha kepada Allah, tentu dia akan selalu berusaha
melakukan segala sesuatu yang diterima dari-Nya dan meninggalkan segala sesuatu
yang dibenci-Nya. Untuk itu seseorang agar dapat membiasakan ridha maka perlu
melakukan berbagai upaya, yang diantaranya sebagai berikut :
1.
Menyadari
pentingnya ridlo didalam kehidupannya, baik sebagai makhluk pribadi, sosial
maupun sebagai hamba Allah SWT
2.
Memahami
apa yang di takdirkan Allah SWT adalah pilihan terbaik dari-Nya
3.
Suka
husnudzon terhadap takdir Allah SWT baik itu yang baik maupun yang buruk
4.
Optimis
terhadap prestasi yang kurang baik dan menjadikannya sebagai bahan untuk
memperbaiki diri sendiri
5.
Tidak
membenci kemalangan atau musibah maupun kegagalan yang telah dicapainya.
Kesimpulan
Ridha adalah
salah satu akhlak terpuji yang memiliki pengertian menerima dengan senang hati
atas segala yang diberikan Allah swt. Ridha menurut baitul hikmah dikelompokkan
menjadi 3 yaitu ridha kepada Allah, ridha apa yang datang dari Allah, dan ridha
pada qada’ dan qadar Allah. Bentuk perilaku ridah salah satunya yaitu rela
menerima setiap takdir yang sudah ditenteukan Allah dan berkeyakinan bahwa
dibalik takdir baik maupun buruk tersimpan rahasia dan hikmah yang berharga.
Selain itu perilaku ridha juga terdapat nilai positifnya, seperti menghilangkan
kebencian, menciptakan suasana batin yang puas, lega dan bahagia. Kita juga
perlu untuk membiasakan ridha dalam kehidupan sehari-hari kita, namun tidak
semudah membalikkan telapak tangan karena semua itu memerlukan proses yang
bertahap.
Daftar
pustaka
LKS Aqidah Akhlak kelas XII semester
Gasal
makasih,, :)
BalasHapus