I.
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan dan ajaran-ajaran yang
lengkap dan sempurna. Kelengkapan dan kesempurnaan ajaran-ajarannya dapat
dilihat dalam berbagai aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi
perhatian Islam tidak hanya aspek kehidupan yang berhubungan langsung dengan
Allah SWT sebagai Dzat Pencipta dan satu satunya Dzat yang wajib disembah (habl
min Allah); akan tetapi aspek kehidupan itu juga meliputi hubungan sesama
manusia (habl min al-nas) msupun hubungan dengan makhluk lainnya,
seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan (habl min al-‘alam).
Dalam hubungan secara langsung dengan Allah, Islam telah memberikan tata
cara khusus yang harus dilakukan oleh umat Islam. Tata cara yang mengatur
hubungan langsung dengan Allah secara khusus adalah shalat. Sebagai ibadah
madhah, shalat merupakan satu-satunya ibadah langsung yang dapat menjembatani
hubungan batin manusia dengan Allah, hubungan makhluk dengan penciptanya. Dan
bahkan karena urgennya, sampai-sampai Rasulullah SAW dalam menerima titah
shalat ini harus diisra’-mi’rajkan, Rasulullah secara langsung bertemu dengan
Allah, beliau diperintah oleh Allah untuk melaksanakan shalat.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian shalat berjamaah?
B.
Apa hukum shalat berjamaah?
C.
Apa syarat shalat berjamaah?
D.
Bagaimana tata cara shalat berjamaah?
E.
Apa saja masail al-ashriyah dalam shalat
berjamaah?
F.
Apa saja hikmahdalam shalat berjamaah?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat Berjamaah
Istilah Al-Jama’ah berarti berkumpul. Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih secara bersama sama dan salah satu diantara mereka diikuti oleh orang
lain. Orang yang diikuti dinamakan imam.
Orang yang ,mengikuti dinamakan makmum.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa shalat yang dilakukan secara bersama-sama
itu tidak mesti merupakan shalat berjamaah, karena bisa jadi tidak dimaksudkan
untuk mengikuti(berniat makmum) pada salah seorang diantara mereka. Kenyataan
seperti ini biasanya kita jumpai di mushala atau masjid pada tempat tempat
transit. Misalnya, di masjid terminal atau stasiun, banyak orang yang shalat,
tetapi tidak menjadikan salah seorang diantara mereka untuk menjadi imam.Shalat
dengan cara seperti ini tentu bukan termasuk shalat berjamaah, karenanya tidak
memperoleh keutamaan- keutamaannya.
Diantara dalil tentang
disyariatkannya shalat berjamaah adalah QS.An-Nissa’:102 dan Al-Baqarah : 43.[1]
وَإِذَا
كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ
“Dan apabila
kamu (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu...” (QS.An-Nissa’:102)
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah : 43)
B. Hukum Shalat Berjamaah
Telah lama kita ketahui bahwa shalat berjamaah lebih baik dan lebih utama
daripada shalat sendiri karena pengutamaan shalat jama’ah atas shalat sendirian
dengan dua puluh tujuh derajat. Sesuai dengan hadits dari ‘Abdullah bin
‘Umar radhiyallahu’anhuma, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda, ‘Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua
puluh derajat.” (Muttafaq ‘alaih).
Melihat dari segi keutamaan pahala dan tujuan dari shalat berjamaah itu
sendiri maka ada beberapa ulama yang berbeda pendapat mengenai hukum shalat
berjamaah. Beberapa dari mereka ada yang mengatakan bahwa hukum shalat
berjamaah adalah sunnah mu’akkad, sedang yang lain ada yang berpendapat fardhu
kifayah bahkan ada yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain.
Dikutip dari buku karya Hasyibiyallah yang berjudul Fiqhdan Ushul Fiqh:
Metode Istinbath dan Istidlal yang menjelaskan bahwa “Imam Syafi’i dan
sebagian ulama berpendapat bahwa shalat berjamaah pada shalat lima waktu adalah
fardhu kifayah bagi orang laki-laki yang muqim (tidak musafir) dan
memiliki kesanggupan, untuk menampakkan syiar berjamaah pada setiap negeri
kecil atau besar. Dijelaskan lagi mengenai fardhu kifayah, yakni jika
dalam suatu kota telah ada sekelompok orang yang melaksanakannya, gugurlah
kewajiban tersebut dari penduduk lainnya. Tetapi jika tidak ada yang
menyelenggarakannya, maka seluruh penduduk kota itu menanggung dosa”.
Sedangkan dari sumber lain mengatakan bahwa:
1) Sunnah mu’akkad: ini adalah pendapat yang terkenal dari
murid-murid Abu Hanifah, mayoritas murid Imam Malik, banyak dari murid Imam
Syafi’i dan salah satu riwayat dari Ahmad.
2) Fardhu Kifayah: ini adalah pendapat yang diunggulkan dalam
madzhab Syafi’i, pendapat beberapa murid Imam Malik, dan salah satu pendapat
dalam madzhab Ahmad.
3) Fardhu ‘Ain: ini adalah pendapat yang di-nas dari
Ahmad dan imam-imam salaf lainnya, fuqaha ahli hadits, dan lainnya.[2]
C. Syarat Shalat Berjamaah
Agar memperoleh keutamaan dalam shalat berjamaah, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi baik bagi imam maupun makmum.Ketentuan syari’ah tentang syarat
ini dimaksudkan untuk membedakan antara shalat berjamaah dengan kerumunan orang
yang kebetulan bersama-sama orang berada di satu tempat. Oleh karena itu, bagi imam dan
makmum, ada beberapa syarat.[3]
1. Syarat Imam
Di
antara syarat imam adalah sebagai berikut:
a)
Laki-laki, syarat ini untuk jemaah yang
heterogen (terdiri laki-laki, perempuan, dan banci). Namun, bagi jemaah khusus
perempuan, imamnya boleh banci atau perempuan.
b)
Perempuan sah menjadi imam jika
makmumnya hanya kaum perempuan.
c)
Imam berada dalam satu tempat
dengan makmum.
Selain
syarat diatas, ada ketentuan lain yang sifatnya diutamakan. Maksudnya imam diutamakan
berdasarkan urutan sebagai berikut.
a)
Orang yang paling fasih membaca
Al-Qur'an.
b)
Orang yang paling mengerti masalah
Islam.
c)
Orang yang paling dahulu hijrahnya.
d)
Orang yang paling tua umurnya.
2. Syarat Makmum
Di
antara syarat makmum adalah sebagai berikut:
1)
Berniat (ma'muman) mengikuti imam. Adapun imam tidak
disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu hanyalah sunah,agar ia mendapat
pahala berjemaah.
2)
Mengiringi imam dalam semua
pekerjaanya.Maksudnya makmum tidak
mendahului gerakan imam, juga tidak persis bersamaan.
3)
Mengikuti setiap
gerakan shalat imam, umpamanya ketika berdiri, ruku’ dan seterusnya , termasuk
ketika sujud sahwi; tidak sebaliknya,misalnya imam sudah iktidal, makmum baru
akan rukuk.
4)
Berada dalam satu tempat dengan
imam.
5)
Tidak
berdiri di depan imam.
6)
Mengikuti
imam yang aturan shalatnya sama. Artinya, tidak sah shalat fardhu yang lima
mengikuti imam yang sedang salat gerhana(karena salat gerhana, aturan rukuknya dua kali-dua kali)
atau salat mayat (yang aturannya cukup dengan 4 kali takbir dan tidak pakai
ruku’). Namun, terhadap shalat-shalat yang
aturannya sama, diperbolehkan, umpamanya orang yang shalat isya’ mengikuti
orang tarawih dan sebaliknya, karena aturan kedua shalat itu sama.
7)
Tidak
berimam kepada orang yang sedang menjadi makmum.
8)
Tidak
mengikuti imam yang diketahui tidak sah(batal) shalatnya.
Misalnya , mengikuti imam yang makmum ketahui
bukan orang Islam, atau ia berhadas/bernajis badan, pakaian atau tempatnya.
D.
Tata Cara Shalat
Berjamaah
Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat berjamaah itu dapat dilaksanakan
minimal oleh dua orang. Artinya, satu orang menjadi imam dan seorang lagi
menjadi makmum. Dalam prakteknya, shalat berjamaah yang minimal dilaksanakan
oleh dua orang berbeda dengan shalat berjamaah yang dilaksanakan oleh tiga
orang atau lebih. Dalam berjamaah, ketika orang yang melaksanakan shalat hanya
dua orang, maka shalat imam dan makmum harus berada dalam satu garis/baris.
Maksudnya, misal diumpamakan ada sebuah garis, maka posisi telapak kaki orang
yangimam agak kedepan dan posisi kaki orang makmum agak sedikit kebelakang.
Artinya, pada garis yang sama telapak kaki imam menyentuh garis, dan telapak
kaki makmum juga menyentuh garis yang sama. Sehingga dengan pengertian ini,
kalau ada orang yang shalat berjamaah dengan jumlah minimal (dua orang) dan
posisi antara imam dan makmum berjauhan—misalnya 0,5 sampai 1 meter— maka
shalat mereka tidak dihitung berjamaah;artinya shalatnya sah, tetapi pahala
berjamaahnya hilang. Praktek shalat berjamaah seperti ini juga masih kurang
dipahami oleh umat Islam secara umum, masih menyamakan praktek shalat berjamaah
dengan dua orang dan shalat berjamaah dengan tiga orang atau lebih.
Sedangkan shalat berjamaah yang jumlahnya 3 (tiga) orang atau lebih, yaitu
satu orang menjadi imam dan dua orang lainnya atau lebih menjadi makmum, dalam
prakteknya berbeda dengan shalat berjamaah yang dilaksanakan oleh dua orang. Shalat
berjamaah yang jumlahnya tiga orang atau lebih, maka dilaksanakan dengan
mengambil posisi depan belakang. Maksudnya, satu orang yang menjadi imam berada
digaris (shaf) depan, sedang dua orang atau lebih yang menjadi makmum
berada digaris (shaf) belakannya, dengan posisi saling berdekatan.
Apabila tidak demikian, maka fadhilah(keutamaan=pahala) berjamaah juga
akan hilang.
Kondisi yang hampir sama dengan shalat berjamaah dua orang, juga akan
dialami shalat berjamaah dengan tiga orang atau lebih. Kondisi dimaksud adalah
bahwa pada shalat berjamaah yang dilaksanakan lebih dari tiga orang akan
menyebabkan fadhilah berjamaah hilang sebagaimana shalat berjamaah dua
orang, apabila ada orang yang keempat atau selanjutnya berjamaah tetapi tidak
berada pada garis (shaf) yang sama, padahal pada saat itu garis (shaf)
yang ada masih kosong. Artinya, orang yang datang kemudian dan dia menjadi
makmum masbuq (makmum yang tertinggal) tidak berada satu garis dengan makmum
lainnya, padahal masih ada tempat yang kosong. Maka shalat bagi makmum yang
masbuq itu fadhilah berjamaahnya juga hilang, karena dia mendirikan shafnya
sendiri.[4]
Dalam shalat berjamaah penting bagi kita untuk memahami praktek dalam
membuat shaf shalat, ada beberapa cara dalam mengatur barisan shalat,
sebagai berikut:
1. Tempat berdirinya makmum tidak lebih depan daripada
imam. Bagi orang yang shalat sambil
berdiri diukur tumitnya, bagi orang yang duduk diukur pinggulnya.
Bila berjemaah di Masjidil Haram, hendaklah saf mereka melengkung sekeliling
Kakbah, di lain pihak imam berhadapan dengan makmum.
Jika makmum hanya
seorang, makmum berdiri di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit. Apabila
datang orang lain hendaklah berdiri di sebelah kiri imam. Sesudah takbir, imam
hendaklah maju, atau kedua orang makmum tadi mundur.
2. Jika makmum terdiri atas beberapa saf
dan jemaah terdiri dari laki-laki dewasa, anak-anak, dan perempuan, maka saf
diatur dengan benar. Di belakang imamadalah saf laki-laki dewasa, saf
anak-anak, kemudian saf perempuan.
3. Saf disusun secara lurus dan rapat
sehingga tidak ada celah di antara makmum.
4. Jika makmum hanya satu orang, maka makmum
berdiri di sebelah kanan imam. Hal ini berlaku pada jemaah khusus laki-laki,
atau khusus perempuan. Namun, jika yang menjadi makmum perempuan dan yang menjadi imam laki-laki,
maka perempuan tadi berdiri di belakang imam.
5. Jika makmum terdiri dari seorang laki laki dan seorang
perempuan, maka makmum laki laki berdiri di samping kanan imam, sedang makmum
perempuan berdiri di belakang keduanya.
6. Jika makmum terdiri dari dua orang laki laki atau
lebih dalam jamaah khusus laki laki, atau dua orang perempuan atau lebih dalam
jamaah khusus perempuan, maka makmum berdiri di belakang imam.
7. Jika makmum terdiri dari sejumlah laki laki dan
sejumlah perempuan, maka makmum laki laki berada dibelakang imam sedangkan
makmum perempuan berada dibelakang makmum laki laki.
8. Dianjurkan agar makmum yang berdiri
dibelakang imam adalah orang yang berilmu dan memiliki keutamaan.
E.
Masail al-‘Ashriyah
Ketika membahas mengenai suatu pembahasan dalam fiqh terutamanya, pastilah
ada beberapa masalah-masalah yang mengikutinya, sebagai berikut:
1. Kaum wanita mengikuti jamaah di masjid, kaum
wanita dibolehkan mengikuti jamaah bersama laki-laki di masjid, tetapi bagi
kaum wanita yang masih banyak tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan
pendidik bagi putra-putrinya, maka shalat
di rumahnya lebih utama daripada di masjid.
2.
Seorang wanita menjadi imam shalat bagi laki-laki,
mayoritas ulama madzhab seperti (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad bin
Hambal) tidak membolehkan seorang wanita menjadi imam bagi laki-laki. Sekalipun
wanita tersebut lebih unggul daripada para lelaki. Wanita hanya diperbolehkan
menjadi imam bagi wanita-wanita lainnya. Hal ini didasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW: “janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki”.[5]
3.
Bermakmum
terhadap orang yang masbuq. Jika seseorang masuk masjid dan ketinggalan shalat
berjamaah kemudian dia mendapati ada orang yang shalat sendirian, maka tidak
mengapa baginya untuk ikut shalat bersamanya menjadi makmum, bahkan hal
tersebut lebih utama.
4.
Orang yang
shalat fardhu makmum kepada orang yang shalat sunnah. Tidak mengapa orang yang
shalat fardhu mengikuti orang yang shalat sunnah. Terdapat riwayat yang shahih
dari Mu’az bin Jabal, bahwa dia shalat Isya bersama Rasulullah, kemudian dia
kembali kepada kaumnya dan ikut melakukan shalat bersama mereka, maka itu
baginya shalat sunat dan bagi mereka adalah shalat fardhu, dan yang semisalnya
jika seseorang datang pada bulan Ramadhan sedang mereka sedang melaksanakan
shalat tarawih sedangkan dia belum melakukan shalat Isya, maka dia dapat
melakukan shalat Isya bersama mereka agar dapat meraih keutamaan shalat
berjamaah dan jika imam salam dia berdiri dan meneruskan shalatnya.[6]
5.
Apabila sang imam
batal wudhunya saat shalat, maka imam tersebut menunjuk seseorang agar
menggantikannya menjadi imam untuk meneruskan shalat yang tersisa, sebagaimana
yang dilakukan Umar bin Khattab tatkala dirinya ditikam saat mengimami shalat,
maka dia menunjuk Abdurrahman bin ‘Auf untuk meneruskan shalat. Jika imam tidak
menunjuk seseorang, maka salah seorang ada yang maju dan meneruskan shalat.
Jika mereka memulai shalat dari awal juga tidak mengapa karena hal ini adalah
masalah khilafiyah antara para ulama. Akan tetapi, yang lebih kuat adalah imam
menunjuk seseorang untuk meneruskan shalat. Jika mereka memulai dari pertama
juga tidak mengapa.
F.
Hikmah Shalat Berjama’ah
Allah SWT telah mensyariatkan shalat berjamaah
karena terdapat hikmah diantaranya[7] :
1.
Persatuan umat.
Allah SWT mengingkan umat Islam
menjadi umat yang satu sebab Tuhan-Nya satu, syariatnya satu, kiblatnya satu
dan tujuannya satu.
Firman-Nya:
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu
dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” Q.S Al-Anbiya’:92
2.
Mensyiarkan syiar Islam.
Allah SWT mensyariatkan shalat di masjid dengan firman-Nya yaitu:
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.” Q.S. At-Taubah:18
3.
Merealisasikan penghambaan kepada Allah Tuhan semesta
alam.
Tatkala muadzin mengumandangkan adzan dan mengeraskan
Allahu Akbar, lalu seorang muslim mengiyakan panggilan Pencipta-Nya dan
Tuan-Nya, meninggalkan semua kenikmatan kehidupan dunia, kesenangan dan daya
tariknya, pergi untuk menunaikan shalat berjamaah, dan tidak lalai oleh harta
bendanya dan anak-anaknya dari mengingat Allah dan dari shalat, maka itulah
bukti atas penghambaan seorang manusia kepada Tuhan, bumi dan langit.
4. Membakar kemarahan musuh-musuh Islam
Shalat jamaah adalah pemaklumatan kekuatan umat Islam dan bukti atas
berpegang teguhnya mereka kepada tali agama Allah, kuatnya persatuan mereka,
dan lenyapnya perpecahan dan perselisihan diantara mereka. Tidak ada sedikitpun
keraguan bahwa ini akan membuat marah musuh-musuh Islam dan menjadikan hati
mereka penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan terhadap kedahsyatan umat Islam.
5. Bersegera mengerjakan kebaikan dan
melipatgandakan pahalanya.
Muslim yang benar-benar muslim sangat ingin menaati Tuhannya dan menjauhi
kemaksiatan terhadap-Nya. Itu adalah dengan mengerjakan kebaikan dengan beragam
jenisnya dan meninggalkan kemungkaran dengan aneka ragamnya. Ia akan terwujud
untuk dua tujuan: Pertama, merealisasikan penghambaan dengan melaksanakan
perintah-Nya. Kedua, berusaha melipatgandakan kebaikan dan menghapus dosa-dosa
serta kesalahan-kesalahan.
6. Menghilangkan perbedaan status sosial
Semua orang dihadapan Allah adalah hamba, si alim berdiri
disamping si bodoh, si kaya duduk dekat si miskin, pemimpin dan rakyat
sama-sama berada pada satu barisan. Semua dihadapan Allah sama, yang paling
mulia dari mereka disisi Allah adalah yang paling bertakwa.
7.
Memantau keadaan umat Islam dan merealisasikan ukhuwahIslamiyah
Seorang muslim tidak mungkin hidup dengan mengisolasi
diri dari saudara-saudaranya. Ia sedikit jika sendiri dan banyak jika bersama
saudara-saudaranya. Karenanya Allah mewajibkan beberapa kewajiban atasnya
terhadap saudaranya seakidah.
8.
Belajar masalah-masalah agama yang tidak diketahui
Masjid adalah sekolah tempat seorang muslim belajar
banyak tentang masalah-masalah agama yang tidak diketahuinya, itu akan terwujud
jika seorang muslim selalu mendatangi masjid dan rajin mengerjakan shalat
berjamaah dan tadarus Al-Quran serta menghadiri majlis keilmuan.
IV.
KESIMPULAN
Shalat
berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama sama dan salah satu diantara mereka
diikuti oleh orang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam. Orang yang ,mengikuti
dinamakan makmum.
Ada beberapa ulama yang berbeda pendapat mengenai hukum
shalat berjamaah. Beberapa dari mereka ada yang mengatakan bahwa hukum shalat
berjamaah adalah sunnah mu’akkad, sedang yang lain ada yang berpendapat fardhu
kifayah bahkan ada yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain.
Agar memperoleh
keutamaan dalam shalat berjamaah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi baik
bagi imam maupun makmum.Ketentuan syari’ah tentang syarat ini dimaksudkan untuk
membedakan antara shalat berjamaah dengan kerumunan orang yang kebetulan
bersama-sama orang berada di satu tempat.
Ketika membahas
mengenai suatu pembahasan dalam fiqh terutamanya, pastilah ada beberapa
masalah-masalah yang mengikutinya seperti hukum wanita jamaah di masjid, seorang wanita
menjadi imam terhadap laki-laki, bermakmum terhadap orang yang masbuk, dan rang
yang shalat fardhu makmum kepada orang yang shalat sunnah.
Adapun
hikma dari shalat berjamaah antara lain adalah:
1.
Persatuan umat.
2.
Mensyiarkan syiar Islam.
3. Merealisasikan penghambaan kepada Allah Tuhan
semesta alam.
4. Membakar kemarahan musuh-musuh Islam
5. Bersegera mengerjakan kebaikan dan
melipatgandakan pahalanya.
6. Menghilangkan perbedaan status sosial
7. Memantau keadaan umat Islam dan merealisasikan
ukhuwah Islamiyah
Belajar
masalah-masalah agama yang tidak diketahui
Footnote sama daftar pustaka saya hidden. Jika ingin mengetahui footnote dan daftar pustaka bisa memfollow akun intagram atau twitter dan menghubungi saya. Terima kasih :)
mana footnote? instagramnya mana???
BalasHapusaku udah follow ig kakak, mana footnotenya kak?
BalasHapusBisa minta footnote dan daftar pustakanya?
BalasHapusMINTA DAFTAR PUSTAKANYA NYA DONG SAY :) MAKASI
BalasHapusThank kak
BalasHapusBoleh berbagi daftar pustaka dan footnotenya kk
BalasHapusdaftar pustakanya mana kakk
BalasHapus