BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Salah satu akhlak yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW adalah bagaimana kita
bertingkah laku dan bergaul dengan sesama manusia agar terjadi hubungan yang
harmonis dan saling menghargai sesamanya. Hubungan yang baik terhadap sesama
manusia ini antara lain dapat kita lakukan terhadap orang tua kita, teman kita,
tetangga kita baik ia muslim maupun non muslim. Oleh karena itu islam
merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau
hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak
ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat
semua aspek manusia.
Karena islam yang berakar pada kata “salima”
dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu
sifatnya fitnah, kedamaian, akan hadir, jika manusia itu sendiri menggunakan
dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan
dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna.
Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring
fitnah, maka janji tuhan azab dan kehinaan akan datang. Tegaknya aktifitas
keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan
bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan
menghasilkan kebiasaan hidup yang baik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana bunyi
dan tafsir Q.S Al-Qalam ayat 4?
2.
Bagaimana bunyi
dan tafsir Q.S An-Nur ayat 27?
3.
Bagaimana bunyi
dan tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 83?
4.
Bagaimana bunyi
dan tafsir Q.S Ar-Ra’ad ayat 35?
5.
Bagaimana bunyi
dan tafsir Q.S An-Nisa ayat 86?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penafsiran
Surat Al-Qalam Ayat 4
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Ibnu Abas dan Mujahid berkata, Allah berfirman: لعلى خلق benar-benar berbudi, yakni berada diatas agama yang agung dari berbagai agama, dimana
tidak ada agama yang lebih diridhai Allah selain agama itu.
Dalam shahih muslim diriwayatkan dari Aisyah bahwa budi pekerti
beliau adalah Al-Quran. Qatadah berkata “budi pekerti itu adalah perintah
Allah yang beliau laksanakan dan larangan Allah yang beliau jauhi”. Menurut
satu pendapat budi pekerti itu adalah kelembutan beliau terhadap umatnya dan
penghormatan beliau kepada mereka.
Menurut satu pendapat, maksud firman Allah itu adalah “Sesungguhnya
engkau mempunyai watak yang mulia”.
Al-Mawardi berkata “pendapat inilah yang kuat”. Sebab hakikat al-khuluq
dalam bahasa arab adalah etika yang dimiliki manusia pada dirinya yang
dinamakan khuluq.[1]
Aisyah juga berkata: “Tidak ada seorangpun yang budi pekertinya
lebih baik daripada Rasulullah SAW”. Tidaklah salah seorang dari sahabatnya
atau keluarganya memanggilnya kecuali dia menjawab: “Aku memenuhi panggilanmu”.
Oleh karena itu Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”.
Al Junaid berkata: “budi pekerti beliau disebut agung sebab
beliau tidak mempunyai keinginan kecuali terhadap Allah”. Menurut satu
pendapat budi pekerti beliau disebut agung karena akhlak mulia yang terhimpun
pada diri beliau. Hal ini ditunjukkan oleh sabda beliau:
اِنَّ اللهَ بَعتيْ لِأتَمِّمَا مَكَارِمَ الْاَخْلَاق
“sesungguhnya
Allah mengutusku untuk menyempurnakan akhlak mulia”
Berdasarkan beberapa riwayat diatas hal penting yang bisa diambil
hikmahnya adalah bahwa Rasulullah SAW merupakan seseorang yang memiliki budi
pekerti yang paling baik diantara manusia manapun. Maka Allah memberikan
predikat … budi pekerti yang agung. Artinya bahwa Rasulullah memang
memiliki akhlak yang sangat mulia, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Sifat
penyabar, pemaaf, mulia hati, dan segala kepribadian yang dimilikinya.
B.
Penafsiran Surat An-Nur ayar 27
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ
تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ
ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.”
Ayat ini menjelaskan tentang etika
kunjung mengunjungi, yang merupakan bagian dari tuntutan Ilahi yang berkaitan
dengan pergaulan sesama manusia. Ayat ini mengandung ketetapan hukum-hukum dan
tuntunan-tuntunan yang sesuai dengan pergaulan manusia.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ
تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya.”
Allah SWT. mendidik hamba-Nya yang
mukmin dengan berbagai adab yang bermanfaat dalam memelihara kelestarian
kecintaan pergaulan yang baik diantara mereka. Diantara adab tersebut adalah
hendaklah mereka tidak memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin dan
mengucapkan salam, agar tidak melihat aurat orang yang punya rumah, dan tidak
mengetahui keadaan yang biasanya ditutupi oleh manusia agar tidak diketahui
orang lain.
Hendaklah orang meminta izin tidak
lebih dari tiga kali, jika diberi izin maka dia boleh masuk, dan jika tidak
maka hendaknya dia pergi.[2]
Telah ditetapkan dalam As-Sahih bahwa ketika Abu Musa Al-Asy’ari meminta izin
kepada umar sebanyak tiga kali, tetapi tidak mendapatkan izin maka ia kembali.
Kemudian Umar berkata: “sepertinya aku mendengar suara Abdullah bin Qais
(Abu Musa) meminta izin? Beri dia izin”. Segera orang-orang mencarinya,
tetapi tidak menemuinya karena telah pergi. Ketika kemudian Abu Musa datang,
Umar bertanya “apa yang telah membuat anda pulang?” Abu Musa menjawab “saya
telah meminta izin sebanyak tiga kali tetapi saya tidak mendapat izin, sedang
saya telah mendengan nabi SAW. bersabda: “Apabila salah
seorang diantara kalian telah meminta izin sebanyak tiga kali, tetapi belumm
mendapatkan izin maka hendaklah ia pulang.”
Aqil meriwayatkan dari Ibnu Syihab,
ia berkata: “adapun sunah mengucapkan salam sebanyak tiga kali, itu karena
Rasulullah SAW. mendatangi Sa’d bin Ubadah, kemudian beliau berkata
Assalamu’alaikum. Namun mereka tidak menjawab. Rasulullah berkata lagi
assalamu’alaikum, namun mereka tidak menjawab, Rasulullah pun pergi. Ketika
Sa’ad kehilangan salam Rasulullah maka diapun tahu bahwa Rasulullah telah
pergi. Sa’ad lalu menyusul Rasulullah lalu berkata “wa’alaikum salam ya
Rasulullah. Sesungguhnya kami telah mendengar salam darimu,” Rasulullah SAW.
kemudian pergi bersama Sa’ad hingga memasuki rumahnya”.[3]
Diriwayatkan bahwa ayat ini, turun
berkenaan dengan pengaduan seorang wanita Anshar yang berkata bahwa: “Wahai
Rasulullah saya di rumah dalam keadaan enggan dilihat oleh seseorang, tidak
ayah tidak pula anak. Lalu ayah masuk menemuiku dan ketika beliau masih di
rumah datang lagi seseorang dari keluarga sedang saya ketika itu masih
dalam kadaan semula (belum siap ketemu orang), maka apa yang harus saya
lakukan”, kemudian turunlah ayat ini yang
menerangkan bahwa ketika memasuki rumah hendaklah meminta izin serta mengucap
salam terlebih dahulu.[4]
Kata تَسْتَأْنِسُوا
tasta’nisu pada ayat ini
bermakna permintaan, dengan demikian penggalan ayat ini memerintahkan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang mengundang simpati tuan rumah agar mengizinkannya
masuk ke dalam rumah. Sehingga ia tidak didadak dengan kehadiran seseorang
tanpa persiapan. Dengan kata lain perintah diatas adalah perintah unutk meminta
izin. Pada dasarnya rumah adalah tempat beristirahat, dan dijadikan tempat
berlindung bukan hanya dari bahaya, tapi juga dari hal-hal yang penghuninya
malu bila terlihat oleh orang luar. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh tamu
untuk bermaksud tersebut, misalnya mengetuk pintu, atau yang paling baik adalah
mengucapkan salam.
Kata وَتُسَلِّمُوا
watusallimu “dan kamu
memberi salam” merupakan salah satu contoh dari meminta izin. Dalam konteks
ini diriwayatkan oleh imam Malik bahwa Zaid Ibn Tsabit berkunjung ke rumah
Abdullah ibn Umar. Dipintu dia berkata: “bolehkah saya masuk?” setelah
diizinkan dan dia masuk rumah, Abdullah berkata: “mengapa engkau meminta izin
menggunakan cara orang-orang Arab masa jahiliyyah?” jika engkau meminta izin
maka ucapkanlah assalamu’alaikum, dan bila engkau mendapatkan jawaban,
maka bertanyalah “bolehkah saya masuk?” [5]
Meminta izin, mengucapkan salam dan
menunggu hingga kalian diberi izin itu lebih baik daripada masuk secara
tiba-tiba atau daripada masuk seperti kebiasaan jahiliyyah. Pada masa
jahiliyyah, apabila seseorang hendak memasuki rumah orang lain biasa
mengucapkan “selamat pagi” atau “selamat sore” kemudian langsung masuk. Boleh
jadi ketika itu ia mnedapati penghuni rumah sedang dalam selimut dengan
isterinya.[6]
Pada intinya penjelasan ayat ini
adalah ada satu etika yang harus kita lakukan ketika memasuki rumah orang lain
maupun rumah sendiri, yaitu dengan meminta izin terlebih dahulu. Khususnya kita
sebagai orang Islam tentu akan lebih baik dengan mengucap salam sebagai bentuk
penghormatan kita kepada tuan rumah serta permintaan kita atas kerelaan yang
punya rumah untuk mempersilahkan kita sebagai tamu memasuki rumahnya.
Rasulullah memberikan contoh bertamu
yang baik yaitu dengan mengucap salam sebanyak tiga kali tujuannya adalah untuk
memberi persiapan kepada tuan rumah untuk menyambut tamu, apabila dengan tiga
kali salam tetap tidak ada jawaban maka tamu sebaiknya pulang karena tidak ada
hak untuk memasuki rumah tersebuut tanpa izin.
C.
Penafsiran
Surat Al Baqarah Ayat 83
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي
إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي
الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا
مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
“Dan ingatlah, ketika kami mengambil
janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat baiklah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. Dirikanlah shalat
dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي
إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ
“Dan ingatlah, ketika kami mengambil
janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah”
Allah mengingatkan nabi SAW, ketika
dia menetapkan atas bani israil akan janji yang harus mereka penuhi, yaitu
bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah, biarpun berupa manusia
atau berhala, karena hal itu berarti mempersekutukan Allah dengan benda-benda
tersebut. Agama Allah yang dibawa oleh para utusaNya semua menekan untuk
menyembah Allah dan tidak mempersekutukan Nya dengan sesuatu
apapun.[7]
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan berbuat baiklah kepada orang
tua”
Berbuat kebajikan kepada orang tua
adalah dengan mengasihi, memelihara, dan menjaganya dengan sempurna serta
menuruti kemauanya selama tidak menyalahi perintah Allah. Adapun berbakti
kepada orang tua adalah karena orang tua telah berkorban untuk anaknya pada
waktu masih kecil dengan perhatian yang penuh serta belas kasih. Mereka
mendidik serta mengurus kepentinganya ketika lemah. Orang tua memberikan
balasan kepada ibu bapaknya. Allah berfirman:
هَلْ
جَزَاءُالْأِحْسَنَ أْلأِحْسَنُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan (pula)”
Selain Allah menyebutkan hak-hak
orang tua disebut pula hak kerabat (kaum keluarga), yaitu berbuat kebajikan
kepada mereka. Karena berbuat kebajikan kepada kerabat adalah factor yang
memperkuat tali persaudaraan antar keluarga tersebut.
وَذِي الْقُرْبَىٰ
“Dan kaum kerabat”
Suatu umat terdiri atas keluarga dan
ruamah tangga. Maka kebaikan dan keburukan umat tergantung kepada kebaikan dan
keburukan keluarga serta rumah tangga. Orang yang tidak membina rumah tangga
berarti tidak ikut membina unsure umat. Kemudian setiap rumah tangga tersebut
hendaknya menghubungkan tali persaudaraan dengan rumah tangga lainya
berdasarkan tali keturuanan, keagamaan, ataupun kebangsaan. Dengan demikian
terbinalah suatu bangsa dan umat yang kuat.[8]
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ
“anak-anak yatim, dan orang miskin”
Selanjutnya Allah memerintahkan
untuk berbuat baik kepada anak yatim dengan mendidiknya dengan baik dan
memelihara segala hak-haknya. Al-Qur’an dan sunah menganjurkan agar
memperhatikan anak yatim walaupun ia kaya, karena yang dipandang adalah
keyatimanya. Allah mewasiatkan anak-anak yatim kepada masyarakat agar
menganggap mereka itu sebagai anak sendiri memberikan pendidikan.
Kemudian perintah selanjutnya adalah
untuk berbuat baik kepada orang miskin, dengan memberikan sebagian harta kita
kepada mereka karena mereka belum bisa memenuhi kebutuhanya, maka dari itu
sangat membutuhkan bantuan orang lain.
Surat Al-Baqarah ayat 83 ini memberikan penjelasan tentang akhlak yaitu
akhlak kepada orang tua antara lain berbakti kepada orang tua, menghormati,
merawat hingga usia renta, dan yang terpenting adalah jangan sampai menyakiti
hati orang tua karena bisa menimbulkan kemurkaan Allah. Disamping itu ada beberapa pelajaran tentang akhlak yaitu berbuat
baik kepada karib kerabat, mengasihi anak yatim, orang miskin, serta berkata
baik kepada orang lain.
D.
Penafsiran surat Ar-Ra’ad
ayat 35
مَثَلُ
الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ أُكُلُهَا
دَائِمٌ وَظِلُّهَا ۚ تِلْكَ عُقْبَى
الَّذِينَ اتَّقَوْا ۖ وَعُقْبَى
الْكَافِرِينَ النَّارُ
“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah
(seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti
sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka”
Allah menggambarkan surga bagi hambanya yang bertaqwa kepada-Nya dan Rosul-Nya diibaratkan bagai istana dengan sungai sungai yang mengalir di bawah pepohonan, di lengkapi dengan kebun-kebun yang luas taman-taman yang indah dengan buah-buahnya yang tidak pernah berhenti tumbuh, siap dipetik setiap saat dan lezat rasa nya. Inilah kedudukan dan tempat kembali orang-orang yang takut kepada Rabbnya dan mengikuti petunjuk-Nya.[9]
Kata ( مَثَلُ) digunakan untuk perumpamaan atau sifat keadaan menakjubkan.
Kata ini digunakan untuk mepersamakan antara dua hal
yang disebutnya. Kata matsal penekanannya lebih banyak pada keadaan sifat menakjubkan
yang digambarkan oleh kalimat matsal itu.[10]
Secara Bahasa ‘uqba tempat berakhir dalam konteks ini yang di maksud adalah surga dan neraka, yang dihadiahkan kepada
orang-orang bertaqwa adalah surga yang di dalamnya mengalir sungai sungai, buah-buahan dan naungan
yang tak terhenti,
sedangkan bagi orang-orang kafir adalah neraka yang penuh siksa.
E. Penafsiran surat An-Nisa ayat 86
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ
مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
“Apabila kamu diberi penghormatan
dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih
baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”
Ayat diatas menjelaskan tentang menjalin hubungan harmonis , yaitu apabila
ada yang menyampaikan penghormatan kepada kamu, baik dalam ucapan maupun
perlakuan atau member hadiah maka balaslah dengan baik dengan melebihkan atau
menaikan kualitas dan kuantitasnya atau balas dengan serupa.[11]
Ayat diatas menekankan perintah menjalin hubungan baik diantara manusia dan kewajiban membalas kebaikan atau salam kepada kita dengan
yang lebih baik atau sepadan. Apabila ada orang yang menyampaikan salam dengan
nada rendah maka kita membalasnya dengan nada yang lebih keras tetapi bukan berteriak karna dikhawatirkan menyinggung,
hal ini dilakukan dengan
nada lebih ramah dan bersahabat. Hal itu menunjukan sebuah penghormatan, perhatian serta penerimaan.
Seperti hadist berikut ini.
“Hak muslim pada muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang
menanyakan, ”Apa saja keenam hal itu?” Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihiwasallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu diamemuji Allah (mengucapkan
’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’),
(5) Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai kepemakaman).” (HR. Muslim
no. 2162)
Ayat dan
hadist diatas adalah merupakan contoh kecil dari etika yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, maka sebagai muslim yang beriman patutlah kita
mempraktekannya sebagai gambaran akhlakul karimah seorang muslim/muslimah. Karena sesungguhnya Allah SWT menyukai kebersamaan dan kerukunan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Rasulullah memang memiliki akhlak yang sangat mulia, yang tidak
dimiliki oleh orang lain. Sifat penyabar, pemaaf, mulia hati, dan segala
kepribadian yang dimilikinya.
Allah SWT. mendidik hamba-Nya yang mukmin dengan berbagai adab yang
bermanfaat dalam memelihara kelestarian kecintaan pergaulan yang baik diantara
mereka. Diantara adab tersebut adalah hendaklah mereka tidak memasuki rumah
orang lain sebelum meminta izin dan mengucapkan salam, agar tidak melihat aurat
orang yang punya rumah, dan tidak mengetahui keadaan yang biasanya ditutupi
oleh manusia agar tidak diketahui orang lain.
Akhlak kepada orang tua antara lain berbakti
kepada orang tua, menghormati, merawat hingga usia renta, dan yang terpenting
adalah jangan sampai menyakiti hati orang tua karena bisa menimbulkan kemurkaan
Allah. Disamping itu ada beberapa pelajaran tentang akhlak yaitu berbuat
baik kepada karib kerabat, mengasihi anak yatim, orang miskin, serta berkata
baik kepada orang lain.
Yang dihadiahkan kepada orang-orang bertaqwa
adalah surga yang di dalamnya mengalir sungai sungai, buah-buahan dan naungan
yang tak terhenti, sedangkan bagi orang-orang kafir adalah neraka yang penuh
siksa.
Maka sebagai muslim yang beriman patutlah kita mempraktekannya sebagai
gambaran akhlakul karimah seorang muslim/muslimah. Karena sesungguhnya Allah
SWT menyukai kebersamaan dan kerukunan.
B.
KRITIK DAN
SARAN
Demikian makalah ini
dibuat, semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan dapat memberikan pemahaman
kepada pemakalah secara khususnya. Sekian apabila ada kesalahan atau kekurangan
dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Dari pemakalah minta maaf atas kekurangan yang ada dan atas perhatian pembaca,
kami mengucapkan terima kasih.