Powered By Blogger

Sabtu, 14 Juli 2018

Makalah Dosa-Dosa Besar dan Taubat



I.                   PENDAHULUAN
Manusia mempunyai 4 kelemahan pada dirinya, yaitu khatha’, nisyan, naqis, dhaif (salah, lupa, kurang, lemah). Dalam diri manusia juga terdapat nafsu al-ammarah bi al-su’, al-lawwamah, selain al-muthmainnah. Inilah yang menyebabkan manusia berpotensi melakukan dosa, karena manusia cenderung pada nafsu yang selalu mendorong pada kejahatan.
Dosa dalam pandangan islam, disebut dengan beberapa istilah, antara lain: itsm, dzanb, sayyiah, fashiyah, dhulm, jirm, khati’ah, dan lain-lain. Semua istilah merujuk pada perbuatan negative, maksiat, dosa, kesalahan, yang berakibat buruk pada pelaku maupun orang lain. Pada diri sendiri, misalnya terjadi pertentangan batin, ketidaktentraman jiwa, perasaan gundah di hati, dan pelakunya tidak suka jika perbuatan dosanya diketahui oleh orang lain. Pada masyarakat, dosa bisa menyebabkan murka Allah pada komunitas tanpa pandang bulu. Belum lagi jika mempertimbangkan azab, siksa yang bakal diterima pelaku di akhirat.[1]
II.                     RUMUSAN MASALAH
A.  Apa pengertian dosa besar?
B.  Apa saja macam-macam dosa besar?
C.  Apa pengertian taubat?
D.  Apa saja syarat-syarat taubat?
E.   Apa saja prinsip-prinsip taubat?
F.   Apa tujuan dari taubat?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dosa Besar
Dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Allah Swt. atau hukum agama Islam. Dosa juga dapat diartikan sebagai perbuatan yang menyesakkan dada dan kita tidak suka jika orang lain mengetahui perbuatan tersebut. Pernyataan ini sebagaimana diriwayatkan dalam sabda Rasulullah saw. berikut yang artinya :
“Dari Nawwas bin Sim’an al-Ansari dia berkata: Akupernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang arti kebajikan dan dosa. Beliau menjawab, kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa adalah perbuatan atau tindakan yang menyesakkan dada dan engkau sendiri benci jika perbuatanmu itu diketahui orang lain. (H.R. Muslim)”
Seseorang dianggap telah berbuat dosa, yaitu jika ia telah berbuat sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah Swt. Dorongan untuk berbuat dosa adalah hawa nafsu dan godaan setan sehingga berani meninggalkan perintah Allah Swt. Dosa dapat dibagi menjadi dua, yaitu dosa kecil dan dosa besar. Akibat dari kedua dosa ini sama-sama berbahaya karena menyebabkan kerugian dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Dosa merupakan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah Swt. Dosa besar dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ’’Kabair”. Kabair berarti besar, banyak, dan berat. Dengan demikian, dosa besar dapat diartikan perbuatan yang,melanggar ketentuan Allah Swt. diancam dengan siksa neraka, kemurkaan, azab, baik di dunia maupun akhirat. Selain dosa besar, dosa kecil mesti dihindari. Dosa-dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi dosa besar. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh meremehkan dosa kecil karena dapat menjadi dosa yang besar jika dilakukan terus-menerus.[2]
Dosa besar yaitu segala apa yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul Nya, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, As-sunnah dan Atsar orang-orang shaleh di masa lampau (seperti para sahabat Nabi maupun Tabi’in). Dan hal itu pernah dinyatakan dalam Al-Qur’an tentang adanya sejumlah dosa besar dan apa yang diharamkan, yang jika ditinggalkan maka akan dapat menghapus segala kesalahan dari dosa-dosa kecil. Dan telah pernah dicantumkan dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 31:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمً
Artinya: Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukan ke tempat yang paling mulia (surga). (QS. An-Nisa [3]: 31)
Maka jelaslah Allah SWT telah memberikan jaminan dengan ayat al-Qur’an diatas bagi mereka yang menghindarkan diri dari dosa besar untuk dimasukkan kedalam surga.[3]
B.     Macam-Macam Dosa Besar
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
Artinya: “Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” (HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129)
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyatakan ada 7 macam dosa besar, yaitu:
1.      Menyekutukan Allah dengan sesuatu.
Adapun dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu. Dosa tersebut ada dua macam yang pertama yaitu mempersamakan sesuatu dengan Allah serta menyembah kepada yang selain Allah. Misalnya menyembah batu-batu, pohon-pohon, matahari, bulan, binatang, malaikat atau raja atau menyembah yang lainnya. Maka itulah syirik yang dinyatakan dosa paling besar yang diterangkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 48:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 48)[4]
2.      Melakukan sihir.
Seseorang yang menyihir orang lain dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 102:
...وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ...
Artinya: “...tetapi syaitan-syaitan itu kafir mereka telah mengajarkan sihir kepada manusia...” (QS. Al-Baqarah [2]: 102)
Dan banyak orang yang memandang sejumlah praktek kesesatan yang dimasukan ke dalam sihir itu, dan mereka memandang bahwa sihir tersebut hanyalah haram semata, dan mereka mereka tidak merasakan bahwa hal itu telah masuk kedalam kekafiran.[5]
3.      Membunuh seseorang yang telah diharamkan oleh Allah.
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar. Karena kejinya perbuatan itu dan untuk menjaga keselamatan serta ketentraman umum, Allah memberikan balasan yang layak (setimpal) dengan kesalahan yang besar itu, yaitu hukuman berat didunia atau dimasukkan kedalam neraka di akhirat nanti.[6]
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmindengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Q.S. An-Nisa:93)

4.      Makan harta anak yatim.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa`: 10)
Ayat di atas tegas menyebutkankan memakan atau menghabiskan harta anak yatim adalah dosa besar. Karenanya Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim di dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin.” (QS. An-Nisa[4]: 36)
Dari Sahl bin Sa’ad r.a. dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَأَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

“Aku dan orang-orang yang mengurusi anak yatim dalam surga akan dekat seperti ini.” Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu beliau membuka sedikit di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari no. 4892)
5.      Makan harta riba (suku bunga).
Allah SWT berfirman dalam surat Ali-Imron ayat 130:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali-Imron [3]: 130).
Dengan demikian mereka itu telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Dan ketika Allah membangkitkan manusia dari kuburnya , maka mereka itu keluar dari kuburnya dengan cepat, kecuali orang yang makan harta riba. Mereka berdiri lalu jatuh, diibaratkan pingsannya orang yang kesurupan.[7]
6.      Lari dari medan peperangan.
Musuh tidak akan dapat melumpuhkan kekuatan kaum muslimin (kalau larinya kaum Muslimin itu sekedar untuk mengambil strategi), atau menjauhkan diri karena hendak bergabung dengan teman-teman sepasukan, kendatipun teman-temannya itu di tempat yang jauh. Allah berfirman dalam surat Al-Anfal 15-16: [8]

(١٥)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ

وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ ۖ (١٦)وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al-Anfal [8]: 15-16)
7.      Menuduh wanita yang baik berbuat zina.
Menuduh orang berbuat zina termasuk dosa besar, dan mewajibkan hukuman dera atau cambuk. Allah berfirman dalam surat An-Nur ayat 23:
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (QS. An-Nur [24]: 23)
Jadi Allah menerangkan dalam Al-Qur’an, bahwa orang yang menuduh berzina terhadap wanita baik-baik, yang wanita itu tidak melakukan perzinaan, maka orang yang menuduh itu akan mendapat kutukan, baik di dunia maupun akhirat kelak, dan dia akan mendapat siksaan yang pedih. Bagi penuduh tersebut ketika di dunia dapat dikenakan 80 cambuk sebanyak 80 kali (melalui pengadilan negeri) dan kesaksiannya tidak dapat diterima walaupun orang itu termasuk orang adil.
   Tuduhan itu misalnya diucapkan kepada wanita yang bukan familinya, dan wanita itu termasuk berakhlaq mulia, merdeka dan beragama islam: Hai wanita pezina! Hai wanita yang melanggar batas! Hai wanita pelacur dan lain-lain.[9]
C.    Pengertian Taubat
Taubat berasal dari akar kata taba, artinya kembali. Kembali kepada Allah untuk melaksanakan kewajiban sebagai manusia terhadap hak-hak Allah, setelah melakukan perbuatan dosa yang dilarang Allah. Taubat juga berarti penyesalan, pengampunan dan kembali dari dosa.
Hakikat taubat pada dasarnya bertumpu pada hati, hati menyesal atas apa yang telah dilakukan, menghadapkan diri kepada Allah, mencegah dan melepaskan diri dari dosa-dosa. Sebagai kompensasinya, ia harus beramal salih dan melakukan amal-amal baik sebagai bukti atas taubatnya. Taubat nasuha yakni taubat yang ikhlas, tiada cacat padanya. Juga dimaknai dengan beristighfar dengan lisan, menyesali dengan hati, dan mencegah diri dari dosa.[10]
Sedangkan menurut istilah taubat adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dari segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan, baik secara sengaja atau tidak sengaja, dahulu, sekarang dan yang akan datang. Taubat apabila dibahasakan secara ringkas adalah meninggalkan atau menyesali dosa dan berjanji tidak mengulanginya lagi (penyesalan atas semua perbuatan tercela yang pernah dilakukan).
Dari makna tersebut bisa kita pahami bahwa dengan bertaubat secara sungguh-sungguh dan tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa, maka segala dosa-dosa yang pernah dilakukan akan hilang atas ampunan dari Allah swt. Untuk membersihkan hati dari dosa yang pernah dilakukannya, manusia diperintahkan untuk bertaubat. Tobat merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT memerintahkan dalam hal taubat ini berupa taubat yang semurni-murninya sebagaimana firman-Nya dalam suart At Tahrim (66) ayat 8 yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (Q.S. At Tahrim (66) : 8).
Dosa-dosa kecil bisa dihapus dengan amalan-amalan saleh, sedangkan dosa-dosa besar seperti syirik, zina, membunuh dan lainnya hanya bisa dihapus dengan taubat.
Nabi Muhammad SAW, meskipun telah dijamin atau terpelihara dari segala dosa (maksum), tetap bertaubat dan mohon ampun kepada Allah SWT. Berbicara masalah taubat, ternyata berkaitan erat dengan istighfar yaitu memohon ampun dari semua dosa kepada Allah SWT dengan menundukkan hati, jiwa dan pikiran. Istighfar tidak hanya melisankan dengan “astghfirullahal’adzim”, tetapi harus disertai dengan keseriusan dan harapan untuk memperoleh ampunan Allah SWT.[11]
D.    Syarat-Syarat Taubat
Syarat taubat agar diterima disisi Allah, adalah :
1.      Menyesali atas pelanggaran yang dilakukan
2.      Melepas dan meninggalkan semua kesalahan dalam segala hal dan kesempatan.
3.      Bertekad untuk tidak mengulangi lagi kemaksiatan dan kesalahan yang telah dilakukan.
Adapun dosa seseorang yang berhubungan dengan hubungan dengan sesama manusia, maka harus ditambah dengan syarat yang ke-empat, yaitu mengembalikan atau memenuhi hak orang yang disakiti, misalnya dengan cara minta maaf.
Bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa juga merupakan syarat taubat. Kemudian timbul permasalahan. Bagaimana jika orang yang sudah bertaubat melakukan dosa lagi, taubat, dosa lagi? Apakah taubatnya diterima? Bukankah ini sama saja dengan mempermainkan Allah? Terhadap masalah tersebut, berikut penjelasannya:
1.      Taubat tergantung pada nafsu seseorang. Jika nafsu ammarah bi al-su’ yang menguasai orang tersebut, maka taubatnya adalah taubat pura-pura; Jika ia bernafsu al-lawwamah, maka taubatnya tidak bisa istiqamah. Artinya, ia taubat, kemudian berbuat dosa, taubat, dosa lagi. Jika jiwanya dikuasai nafsu al-muthmainnah, maka taubatnya adalah taubat nasuha.
2.      Tidak ada seorang pun di udnia ini yang bisa menjamin, bahwa setelah orang melakukan taubat, ia tidak akan lagi melakukan dosa kembali. Artinya, jika melakukan taubat, kemudian dia melakukan perbuatan dosa, taubat, berdosa lagi sebetulnya tidak masalah. Yang terpenting adalah, setelah melakukan taubat, ia tidak berniat atau menyengaja melakukan perbuatan dosa lagi. Ibarat orang memakai pakaian bersih, ia tidak berniat dan menyengaja untuk mengotori pakaiannya.
3.      Menunda-nunda taubat merupakan perbuatan dosa. Jika seseorang melakukan dosa, kemudian ia bertaubat, kemudian ia mati sebelum sempat melakukan dosa lagi, maka itu merupakan keuntungan baginya. Karena urusan mati, merupakan hak prerogatif dan rahasia Allah. Allah merahasiakan mati dalam empat aspek: wakitunya, tempatnya, sebab-sebabnya, maupun posisi ornag ketika mati.[12]
E.     Prinsip-Prinsip Taubat
Prinsip – prinsip taubat meliputi:
1.      Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Prinsip ini meniscayakan adanya hamba yang diampuni dan diterima taubatnya.
2.      Dosa yang dilakukan oleh seseorang adalah karena kebodohan. Rasyid Ridla mengartikan kebodohan sebagai lawan ‘tahu’ karena pelaku dosa tidak tahu akibat-akibat buruknya atau tidak mengetahui kemaslahatan (meninggalkan dosa) bagi dirinya.
3.      Taubat harus dilakukan dengan segera setelah melakukan perbuatan dosa. Bertaubat harus dilakukan dengan segera sebelum terlambat, yakni  sebelum datangnya kematian, agar ia tidak termasuk golongan orang yang terus menerima perbuatan dosa.
4.      Taubat tidak diterima jika dilakukan pada saat ajal menjelang, siksa telah ditampakkan, atau orang yang mati dalam keadaan kafir.[13]
F.     Tujuan Taubat
Pelaksanaan taubat mempunyai beberapa tujuan taubat, antara lain:
1.      Dicintai Allah. Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah [2]: 222, yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
2.      Membuat hati condong kepada kebaikan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Tahrim [66]: 4, yang artinya “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)”.
3.      Mendapatkan ampunan Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS. Thaha [20]: 82, yang artinya “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman beramal shaleh, kemudian tetap dijalan yang benar dan QS. Al-A’raf [7]: 153, yang artinya “Orang-orang yang mengejarkan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
4.      Mendapatkan keberuntungan, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Qashash [28]: 67, yang artinya “Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung dan QS. Al-Syamsy [91]: 9, yang artinya “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan Jiwa itu”.[14]





IV.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dosa besar yaitu segala apa yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul Nya, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, As-sunnah dan Atsar orang-orang shaleh di masa lampau (seperti para sahabat Nabi maupun Tabi’in).
Ada 7 dosa besar yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim yaitu dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.
Taubat adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dari segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan, baik secara sengaja atau tidak sengaja, dahulu, sekarang dan yang akan datang.
Syarat taubat agar diterima disisi Allah, adalah :
1.      Menyesali atas pelanggaran yang dilakukan
2.      Melepas dan meninggalkan semua kesalahan dalam segala hal dan kesempatan.
3.      Bertekad untuk tidak mengulangi lagi kemaksiatan dan kesalahan yang telah dilakukan.
4.      (dalam hubungan sesama manusia) Meminta maaf terhadap orang yang pernah di dzalimi.
Pelaksanaan taubat mempunyai beberapa tujuan taubat, antara lain: dicintai Allah, membuat hati condong kepada kebaikan, mendapatkan ampunan Allah dan mendapatkan keberuntungan.


[1] Fakhrur Rozi, Hadis Tarbawi, (Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015) hal 71
[3] Imam Abu Abdullah Muhammad, Dosa-Dosa besar, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990),hal 1
[4] Imam Abu Abdullah Muhammad, Dosa-dosa Besar, ... hal 4
[5] Imam Abu Abdullah Muhammad, Dosa-dosa Besar, ... hal 17-18
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung :Sinar Baru Algensindo,2000),hal 429
[7] Imam Abu Abdullah Muhammad,  Dosa-dosa Besar, ... hal 101
[8] Imam Abu Abdullah Muhammad,  Dosa-dosa Besar, ... hal 117-118
[9] Imam Abu Abdullah Muhammad,  Dosa-dosa Besar, ... hal 155-157
[10] Fakhrur Rozi, Hadis Tarbawi, ... hal 72-73
[11] Joko Suharto, Menuju Ketenangan Jiwa, ( Jakarta :Rineka Cipta, 2007) hal. 27
[12] Fakhrur Rozi, Hadis Tarbawi, ... hal 77-78
[13] Fakhrur Rozi, Hadis Tarbawi, ... hal 79-82
[14] Fakhrur Rozi, Hadis Tarbawi, ... hal 83-85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar